Penerapan ‘wanda’ atau ‘citra’ (image) pada wayang
a. Sudut muka/wajah wayang (lebih menunduk atau lebih menengadah),
b. Bentuk rupa wajah wayang,
c. Bentuk badan wayang,
d. Sudut badan wayang (lebih tegak atau lebih condong ke arah depan),
e. Warna wajah (hitam, putih, ‘prada’, biru, merah, atau warna lainnya). Sedangkan jenis warna yang menunjukkan suatu watak dijelaskan sebagai berikut:
a. Warna kuning emas, mempunyai makna kejayaan, dan suka bermain asmara.
b. Merah tua, mengandung makna berani, mudah tersinggung dan suka berkelahi.
c. Hitam, mengandung makna teguh, sentausa dan kuat.
d. Putih, artinya suci, selalu bertindak jujur dan utama.
b. Bentuk rupa wajah wayang,
c. Bentuk badan wayang,
d. Sudut badan wayang (lebih tegak atau lebih condong ke arah depan),
e. Warna wajah (hitam, putih, ‘prada’, biru, merah, atau warna lainnya). Sedangkan jenis warna yang menunjukkan suatu watak dijelaskan sebagai berikut:
a. Warna kuning emas, mempunyai makna kejayaan, dan suka bermain asmara.
b. Merah tua, mengandung makna berani, mudah tersinggung dan suka berkelahi.
c. Hitam, mengandung makna teguh, sentausa dan kuat.
d. Putih, artinya suci, selalu bertindak jujur dan utama.
e. Biru muda / kelabu, mempunyai makna tidak tetap pendiriannya dan tidak mempunyai pedoman yang pasti. Sedangkan berbagai hal lainnya, umumnya dianggap dapat disamakan. Maksudnya tidak perlu ada yang diubah, meskipun wanda-nya lain. Ini merupakan pendekatan yang paling banyak diterapkan pada wayang. Sebagai contoh, penerapan ‘wanda gilut’ pada tokoh wayang Bagong, yang menampilkan karakter tokoh Bagong yang memberikan kesan nakal, lucu, suka membandel, suka menang sendiri, dan suka berbeda pendapat; dengan Bagong yang ber-wanda lain, umumnya hanya terletak pada bentuk rupa wajah semata (termasuk bentuk rupa mata, alis, dan mulut). Sedangkan bagian badan lainnya, biasanya sama sekali tidak ada perbedaan dengan Bagong yang menerapkan wanda lain.